Kecerdasan majemuk manusia setidaknya terbagi kedalam 9 jenis bidang, salah satunya adalah kepintaran eksistensial yang akan dibahas didalam artikel ini.
Membahas Seputar Kecerdasan Majemuk Eksistensial
Teori mengenai kecerdasan manusia yang dapat terbagi kedalam 9 bidang yang berbeda tersebut pertama kali digagas oleh seorang Howard Gardner. Jangan tanya saya siapa dia, saya juga tidak mengenalnya, anda bisa cari-cari info dan biografi mengenai beliau di artikel lainnya.
Diantara kesembilan butir kecerdasan tersebut salah satunya yaitu kecerdasan eksistensial. Jika kalian penasaran dengan apa 8 ilmu lainnya, akan saya sebutkan dengan singkat.
9 Bidang kecerdasan menurut teori si bapak Howard Gardner tadi antara lain, sebagai berikut :
- Lingusitik (kemampuan berbahasa),
- Logika Matematika (kemampuan berhitung),
- Spasial (visualisasi),
- Kinestetik (Jasmani),
- Musikal (nada irama),
- Intrapersonal,
- Interpersonal,
- Naturalis (alam),
- Eksistensial (kehidupan).
Intinya eksistensial itu adalah sebuah konsep ilmu yang tidak lepas dari kehidupan kita sebagai makhluk di alam semesta ini.
Pentingnya Ilmu dan Pemahaman Eksistensial bagi Setiap Makhluk
Objek yang dibahas dan dipelajarinya saja tidak nampak jelas dan tidak berwujud, yaitu bagaimana caranya menjawab dan memahami berbagai macam persoalan yang ada di dalam kehidupan ini. Bisa dibilang jika objek pembahasan ilmu ini adalah benda abstrak.
Apa alasannya? Jika anda bertanya-tanya sampai detik ini juga, coba pikirkan lagi apakah ilmu seperti ini pernah diajarkan dan diberikan oleh guru yang ada di sekolah sebagai penyedia pendidikan formal? Atau pernah adakah seorang guru les privat sebagai penyedia pendidikan informal, yang mengajarkan dan memberi tahumu arti-arti dari segala hal mengapa kita ada di dunia ini? Tidak kan!
Maka dari itu, ilmu eksistensial pastilah tidak berguna, karena yang mengajari saja tidak ada, yang membuka les dan perguruannya saja tidak ada. Celakalah bagi anda yang punya pemikiran seperti itu!
Justru karena tidak ada yang mengajarinya secara langsunglah saya menitikberatkan dan mengistimewakan ilmu kecerdasan ini untuk dibahas di dalam blog saya, mengingat betapa pentingnya ilmu ini namun tidak bisa kita dapatkan dari pengajaran guru sebagaimana ilmu-ilmu yang lainnya.
Jika mata pelajaran Matematika, Aljabar, Biologi, Fisika dan lain sebagainya dapat kita pelajari dan dapatkan secara jelas yaitu dari para guru, buku dan juga mentor les privat maka ilmu eksistensial hanya bisa kita dapatkan dari pengalaman, pemikiran sendiri, atau bisa juga dari orang lain, pemahaman orang dan motivasi dari orang lain.
Karena juga dalam memahami hidup ini tidak perlu sampai dibuat kursusnya segala, biarlah tiap insan yang mencari arti dari kehidupannya sendiri-sendiri secara otodidak dan mandiri, ya karena bisa kita ketahui jika jalan hidup setiap orang itu berbeda-beda dan kondisi serta situasi yang terjadi juga berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Makanya rempong juga nanti kalau mau dibuka kursus eksistensial.
Nahh, kalau mau mendapatkan penyuluhan seputar eksistensial sebenarnya dalam kehidupa sehari-hari kita itu ada banyak, sangat banyak! Bahkan tanpa kita sadari itu adalah kajian-kajian dan pembahasan seputar ilmu ini.
Sebutkan saja contohnya seperti khutbah Jum'at, ceramah keagamaan, kata-kata mutiara dari para motivator hingga kalau mau yang lebih berkelas bisa minta konsultasi ama psikolog atau orang bijak serta kalau mau lebih professional ambil saja jurusan Filsafat saat kuliah, hehehe.
Ohh ya, dari tadi kita berputar-putar mengenai trivia dan hal-hal yang tidak penting mengenai ilmu ini, baiklah balik lagi ke topik awal pembahasan artikel ini yaitu manfaat dan mengapa kehadiran ilmu ini sangat penting bagi setiap orang, setiap insan, hingga makhluk apapun.
Benar sekali! Hewan sekalipun sangat membutuhkan ilmu eksistensial dan kemampuan untuk memahami arti hidup ini, lohh kok bisa? Bukannya mereka tidak punya akal? Bagaimana mungkin bisa mengerti hal-hal mumet seperti ini.
Bisa saja, namunkan karena ceritanya akal dan otak dari hewan-hewan itu terbatas dan kurang jika dibandingkan pemikiran manusia yang lebih kompleks, maka pemahaman eksistensial hewan adalah sekedar instingnya yang mengatakan bagaimanapun juga aku harus dapat bertahan hidup.
Itulah syarat utama untuk menjadi sebuah makhluk hidup, yakni suatu keinginan untuk hidup dan terus bertahan hidup. Seorang individu yang sudah tidak memiliki arti dalam hidup dan memiliki rasa untuk bunuh diri, benak bahwa lebih baik aku menghilang saja dari dunia ini, telah gagal menjadi makhluk hidup.
Jujur saja tanpa bermaksud menghina, bahwa mereka sangat menyedihkan karena telah kehilangan satu-satunya syarat yang bisa menyatakan diri mereka adalah sebuah organisme makhluk hidup.
Jika hewan yang akalnya tidak begitu rumit hanya cukup dengan insting bertahan hidupnya, insting untuk kawin dan berkembang biak, maka manusia bisa lebih daripada itu, mereka mampu untuk memikirkan dan menemukan alasan lain yang jauh lebih kompleks, rumit, serta jauh lebih berkelas daripada hidup untuk sekedar hanya hidup makan lalu kawin.
Kita sebagai manusia memiliki humor, juga hobi dan kesukaan yang mungkin beberapa hewan dengan otak sebesar upil, tidak miliki. Maka dari itu dengan memahami bagaimana kehidupan ini berjalan dan bekerja, apa arti dibaliknya, agar kita terus mencari dan tidak kenal lelah dalam menggapainya.
Intinya bagaimana dengan menyelesaikan masalah-masalah paling mendasar yang ada didalam diri kita itu berarti akan mempermudah dan menyederhanakan urusan lain yang ada setelahnya, orang-orang yang memiliki penalaran tentang eksistensinya cenderung tidak mudah terkena stress dan beban pikiran yang berkepanjangan, ini juga dapat dihubungkan dengan spiritualitas dan kejiwaan seseorang. Maka dari itu ilmu eksistensial sangatlah penting karena kita bisa lebih mengargai kehidupan ini dan menjalaninya sesuai hati nurani kita, bukan seperti robot yang kaku.
Sesuai dengan pengalaman saya di lapangan, terkadang saya ikut miris melihat teman-teman saya yang pintar, ranking kelas, selalu dapat nilai 100, namun pemahaman dan ilmu eksistensial yang mereka miliki sangat minim bahkan jauh dari kata standar basicnya. Ini yang dapat membuat seseorang itu mudah drop mentalnya, jiwanya tidak kuat, apabila mana suatu saat dirinya berada di titik terendah dalam hidupnya.
Karena selalu berada di posisi atas, berada di posisi yang nyaman dalam waktu yang cukup lama, membuat orang-orang itu terlena dan tidak mengetahui seperti apa sih kehidupan itu. Mereka tidak sadar jika kehidupan itu kadang diatas kadang dibawah, tidak selamanya kita berada diatas dalam zona nyaman.
Suatu saat kau berada di posisi terendah dalam hidupmu, berada dibawah, maka disitulah akan nampak perbedaannya antara orang yang memahami eksistensinya dengan yang tidak.
Yang paham akan lebih kalem dan berusaha menenangkan diri dengan berbagai pemahaman yang telah ia pelajari, sementara yang satu lagi yang selalu berada diatas tidak pernah merasaka jatuh, akan sangat merasa terpuruk, merasa seakan-akan dirinya adalah orang paling sial bin menderita di seluruh alam semesta ini.
Begitu juga dalam beberapa kasus saya lihat, orang yang alim dan ahli ibadah juga ada beberapa yang tidak mampu memahami ilmu eksistensial ini, padahal menurut saya, ilmu agama dan ibadah adalah sarana dan akses paling umum dan gampang bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan pemahaman eksistensial (apalagi warga kita mayoritas muslim).
Ada banyak cara dalam memahami dan mempelajari ilmu eksistensial, tinggal kita sekarangnya aja yang mau bagaimana, apakah bisa sukses secara konkrit dan abstrak di dunia ini. Apakah kita mau berjaya dalam urusan duniawi dalam segi material dan jasmani saja? Atau mau spiritual-nya juga? Anda yang menentukan.
Post a Comment
Post a Comment