Pentingnya kepemilikan kharisma bagi para pemimpin dalam suatu instansi, lembaga maupun organisasi.
Kharisma Para Pemimpin dalam suatu Instansi dan Organisasi
Foto diatas merupakan foto para anggota OSIS (Organisasi Intra Sekolah) di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Medan dengan guru dan kepala sekolah mereka.
Perhatikanlah dengan seksama kepada para murid-muridnya yang sedang jongkok untuk berpose ria saat difoto, terkhususnya bagi murid laki-laki. Jika anda adalah orang luar sekolah, orang yang tidak tahu menahu mengenai struktur keanggotaan OSIS dan bahkan orang yang baru pertama kali melihat foto mereka.
Lalu anda dicercah dengan sebuah pertanyaan, " Siapakah ketua OSIS-nya?" mungkin kebanyakan dari orang yang ditanya demikian akan menjawab " Tentu, yang terlihat mencolok adalah yang ditengah! Pasti dialah ketuanya." kira-kira seperti itulah kata orang-orang yang menggunakan logikanya.
Sebutlah nama murid lelaki tersebut dengan nama Erik, kesan pertama atau first impression yang bisa kita dapatkan ketika melihat wajahnya tersebut adalah lebih berwibawa daripada sekelilingnya, tampak dari caranya bergaya dan posisinya yang berada ditengah-tengah anggota yang lainnya.
Tatapannya yang juga tajam namun santai (tidak berlebihan) menandakan dirinya sudah berpengalaman dalam menghadapi kehidupan bersosial dan juga lengan kanannya yang menindih teman yang disebelahnya menambah kesan bahwa " Saya lah yang punya kuasa disini!"
Namun, apakah anda ingin mengetahui kebenaran yang sesungguhnya dibalik foto tersebut? Jawaban yang benar untuk posisi ketua OSIS jatuh kepada siswa laki-laki yang berada paling ujung disebelah pojok kiri dalam foto.
Yap benar sekali! Kita anggap sajalah nama siswa tersebut adalah Anto, mungkin diantara kalian yang sedang membaca artikel ini tidak akan menyangka jika Anto adalah ketua OSIS yang memimpin mereka semua.
Orang paling penting yang bertanggung jawab mengenai keberlangsungan organisasi.
Bukan bermaksud stereotipe, namun anggapan kebanyakan orang jika dihadapkan dengan seseorang yang berkacamata serta bertingkah kikuk, maka yang ada dibenaknya adalah orang yang payah dalam bersosialisasi, cenderung introvert, serta kutu buku.
Namun yahh... mau bagaimana pun juga kita tidak dapat menentukan sifat dan watak seseorang hanya dari penampilan luarnya saja.
Namun yahh... mau bagaimana pun juga kita tidak dapat menentukan sifat dan watak seseorang hanya dari penampilan luarnya saja.
Namun! satu lagi yang harus kita semua garis bawahi disini adalah, jika orang-orang pada umumnya menilai seseorang berdasarkan pandangan pertamanya, apabila penampilan luarnya berkesan baginya maka itu juga memiliki nilai plus yang menjadi daya pikat tersendiri bagi orang tersebut, sebut saja kegunaannya saat melamar pekerjaan atau mencari pacar.
Dari kasus antara Erik dan Anto diatas kita dapat mempelajari hubungan yang lebih mendalam lagi mengenai kebiasaan sosial masyarakat dan manusia secara umumnya.
Seakan ada sesuatu yang menarik dan memikat perhatian orang lain hanya dari cara seseorang bertingkah laku. Sesuatu yang kasat mata, layaknya aura yang terpancar dari para pemimpin-pemimpin besar seperti Soekarno, Hitler, dan Stalin.
Bagaimana bisa satu orang dapat mengontrol jutaan insan dalam satu waktu dalam suatu wilayah untuk menjalankan keinginan dan perintahnya.
Atau sebut saja contoh kecilnya, bagaimana ketua OSIS dapat membawahi anggota-anngotanya agar mau patuh.
Sesuatu tersebut telah ada semenjak peradaban manusia muncul di bumi ini dan telah menjadi naluri dasar dari kemanusiaan itu sendiri.
Sesuatu tersebut memiliki nama sebagai 'kharisma' yakni sebuah aura maupun kekuatan yang tak kasat mata dan dapat menarik perhatian beserta pengabdian orang lain. Maksudnya?
Dengan adanya kharisma, kau dapat mengendalikan pikiran orang lain dan membuatnya loyal kepadamu, hal ini juga memiliki kebaikan bagi orang sekitarmu, yakni orang yang dipimpin oleh pemimpin yang berkharisma akan lebih tenang dan optimis jika kelompoknya akan menuju kesuksesan dibawah orang yang berkharisma tersebut.
Intinya kharisma adalah alasan dibalik kenapa ada pemimpin yang sukses dan pemimpin yang gagal membawahi kelompoknya.
Ada apa? Mengapa kharisma yang menjadi tolak ukur bagi layak atau tidaknya suatu pemimpin? Karena kharisma itu dibangun dan dibentuk sepanjang perjalanan hidup kita, bukan bakat yang dibawa dari lahir dan tidak semua orang memilikinya.
Karena setiap orang memiliki watak dan sifat yang berbeda, ada orang yang kesannya suka mengalah dan tidak suka mencari gara-gara (lebih memilih diam, walaupun dia yang benar) dan ada juga orang yang memiliki ego yang tinggi serta berani untuk mengemukakan pendapatnya (tipe orang yang suka berdebat) dari sanalah watak kepemimpinan dapat terbentuk.
Bukanlah orang yang selalu penurut, selalu berbuat baik ataupun orang yang selalu mengalah yang dapat dijadikan pemimpin, justru itu adalah ciri-ciri orang yang hancur ketika dirinya mendapat jabatan sebagai ketua.
Orang-orang seperti ini akan mudah untuk dihasut dan dikendalikan serta lamban dalam mengambil keputusan karena ia berusaha untuk menjaga perasaan setiap orang, sementara kita tahu jika kita tidak bisa menyelamatkan semua orang didunia ini harus ada yang harus dan mau dikorbankan.
Orang-orang seperti itu malah lebih senang ketika dirinya menjadi bawahan dan menjalankan tugasnya dengan hati yang tenang dan lepas, tidak terikat akan tanggung jawab yang besar, karena tanggung jawab dibebankan kepada atasannya.
Nahh, kenapa tadi saya mengatakan orang yang berkharisma adalah orang yang egois. Memang sepertinya sifat egois (mementingkan dirinya sendiri) sudah terlalu mendapat banyak citra yang buruk di mata masyarakat maupun menurut etika dan moral sehari-hari.
Namun, coba kita berpikir sekali lagi, egois yang sejatinya, egois yang sesungguhnya adalah memenuhi kebutuhan pribadi dengan cara memanfaatkan keperluan dan kepentingan orang lain, dan secara langsung memberikan timbal balik yang positif dalam keegoisan tersebut.
Berhubungan dengan memimpin, egoisme memberikan ketegasan dan keteguhan tersendiri bagi yang memilikinya.
Orang yang egois akan cenderung berpegang teguh terhadap pendirian dan gagasannya sendiri serta tidak peduli dengan ucapan dan hasutan dari orang lain.
Namun, bukan berarti ia itu tidak menerima sama sekali nasihat dan berpegang teguh pada sesuatu yang salah, justru disini lah sifat mementingkan diri sendiri.
Yang ia pedulikan hanyalah kesejahteraan dirinya sendiri sehingga ia tidak akan gengsi untuk menerima saran orang lain jika itu menyangkut kepentingan dan kebaikan pribadinya, jadi balik lagi kepada hakikat egoistis itu sendiri.
Sehingga jika engkau menemui seseorang yang tidak punya kharisma dan keinginan untuk menjadi pemimpin maka sebaiknya jangan memilihnya untuk menjadi ketua kelas.
Sering terjadi di dalam sistem pendidikan kita, jika yang Rangking 1 lah yang diangkat secara sepihak oleh guru untuk menjadi ketua kelas.
Tidak! itu benar-benar sistem yang salah karena kepemimpinan dan kharisma tidak dapat ditentukan melalui pengetahuan ilmu.
BACA JUGA : Alasan Senjata Api Dilarang di Indonesia
Akhir kata, saya ingin menegaskan tidak ada maksud saya menghina pihak manapun, tidak ada maksud mengatakan bahwa orang yang tidak punya kharisma tidak bisa memimpin.
Namun saya hanya menyampaikan gagasan saya bahwa kharisma dapat membantu seseorang dalam memimpin suatu instansi, lembaga, maupun organisasi. Sekian dan terima kasih.
Hormat saya Muhammad Nafis Athallah dari SMP Negeri 7 Medan.
Intinya, pentingnya memiliki "kharisma". Mantap nafis. Menulislah agar kematianmu tak bermakna "hilang".
ReplyDeleteYa mis benar sekali😅 akhirnya saya menemui juga orang yang mengerti mengenai hal itu, tubuh kita memang fana, hidup kita juga singkat, namun bagi orang yang ingin menerima keabadian sejati adalah orang yang mencurahkan hidupnya kedalam sejarah peradaban umat manusia , jiwa dan ruhnya akan terus dikenang walau badannya sudah berbaur dengan debu di bumi ini. Buat apa hidup panjang jika hanya menjadi orang biasa yang namanya akan terlupakan dimakan zaman, sedangkan disisi lain kau bisa menjadi orang hebat yang namanya selalu dipuja-puji beribu-ribu tahun setelah kepergianmu, walau umurmu lah yang menjadi gantinya. Sekali lagi saya tegaskan, umat manusia tidak memerlukan keabadian, jika itu hanya akan menghilangkan kemanusiaan itu sendiri.
Delete