Manusia… jika kita membicarakan
tentang diri kita sendiri, ras kita sendiri, umat kita sendiri, golongan kita
sendiri, atau sesuatu yang menurut ilmu biologi dinamakan sebagai Homo Sapiens.
Hal yang terpikir dibenak setiap orang saat memikirkan manusia secara
keseluruhan mungkin akan berbeda, dengan orang-orang yang memang berada di
garda terdepan dalam memanusiakan manusia, menjaga kemanusiaan itu tetap
berdiri, karena banyak dari mereka yang wujudnya manusia namun tidak
mencerminkan sedikitpun kemanusiaan itu sendiri. Orang-orang tersebut akan
mengatakan jika manusia layaknya binatang buas yang siap menerkam siapapun
menurut hawa nafsunya dan kesenangan yang ia rasakan. Manusia tersebut tidak
lebih dari sekedar binatang berkulit orang. Namun bagi siapapun yang menerima
baik secara langsung maupun tidak langsung cinta dan kasih dari seorang
manusia, maka dirinya akan mempresentasikan manusia itu lebih dari malaikat
suci sekalipun makhluk suci tersebut adalah makhluk yang tak pernah bergemilang
dalam dosa sedikitpun.
Begitulah manusia, perawakannya yang
relatif didasarkan kepada individunya
masing-masing, sifatnya yang berbeda-beda merupakan kelebihan yang tuhan
berikan kepada mereka, untuk dengan sebebas-bebasnya menentukan pilihan akan
kemana dan seperti apa kehidupan mereka. Dengan catatan semua perbuatannya yang
pernah dilakukan harus dapat dipertanggung jawabkan kembali. Ada yang
memutuskan untuk terus menuju kemenangan karena memang iya yakin, ada juga yang
hanya mengikuti arus dan sistem yang telah berjalan, di sisi lain ada sebagian
dari mereka yang ragu-ragu kemana mereka akan melangkah, dan tidak sedikit pula
dari mereka yang meyakini bahwa keberadaan mereka agar dunia ini seimbang,
antara yang baik dengan yang buruk. Terlepas dari apa pilihan mereka, namun
yahh begitulah manusia, mereka sudah merdeka semenjak mereka lahir, sehingga
naluri mereka hanya berpusat pada mencari kebebasan semata.
Hewan punya insting, namun tidak
punya akal yang dapat berkembang (Stagnan). Sedangkan manusia? Kita tentu saja
memiliki kedua-duanya, baik itu akal pikiran untuk membedakan mana yang baik
dan buruk serta dapat memikirkan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dan pernah
terjadi, maupun insting atau naluri dasar yang sudah ada dan akan terus ada
selamanya di dalam jiwa kita, sadar maupun tidak sadar. Itulah yang membedakan
kita dengan binatang, serta itu jugalah yang menempatkan derajat kita istimewa
daripada makhluk tuhan lainnya. Dan dengan itu jugalah manusia dapat lebih
rendah kedudukannya daripada binatang.
Naluri dasar manusia tersebut
dapat membawa kita kepada kejayaan dan kemakmuran umat manusia yang bisa kita
lihat sekarang ini misalnya, ataupun sebaliknya dapat menuntun umat manusia
kepada kemunduran dan kehancuran yang sudah nyata beberapa kali menodai sejarah
umat manusia. Itu semua tergantung kepada bagaimana para manusia itu dapat
mempergunakan nalurinya sebagai makhluk tuhan. Berikut akan dijabarkan apa-apa
saja naluri dasar kemanusiaan itu
1. Ego
Egois mungkin bagi sebagian besar
orang akan dipandang sebagai sifat yang konotasinya selalu buruk, lambang dari
kehancuran sebuah komunitas atau perkumpulan, karena manusia itu hidup
bersosial sehingga pastilah membuat komunitas dan berorganisasi. Sedangkan egoisme
sendiri artinya adalah mencintai dirinya sendiri, ya hanya dirinya seorang,
mengurusi dan mementingkan kepentingan dirinya sendiri. Sedangkan manusia
adalah makhluk yang hidup dalam tatanan sosial, ada orang lain dalam
kehidupannya yang harus ia pedulikan. Namun jika kita memandang egoism dari
sudut yang lebih luas dan berpikir jauh kedepan, egoisme adalah mementingkan
keamanan dan
kemakmuran diri sendiri dengan memperhatikan kepentingan dan
kemakmuran orang lain sehingga kemakmuran kita tetap terjamin. Ini adalah arti
sesungguhnya dari sifat egoisme tersebut yang mana tetap kembali kepada dirinya
sekalipun harus menggunakan orang untuk kemakmuran dirinya kita. Jika kita
hanya mementingkan diri sendiri, tentulah kita tetap harus memperhatikan
kepentingan dan kebutuhan orang lain,
ini adalah pemikiran yang jauh lebih terbuka dan penuh perencanaan terlebih
lagi mengingat manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama
lain tanpa harus menghapus kepribadian individualitasnya.
Egoisme sebenarnya sudah jauh-jauh
hari diterapkan kepada kehidupan sosial masyarakat dan peradaban umat manusia
dan hasilnya pun juga memuaskan. Contoh paling dekatnya adalah pemimpin seperti
para raja dan kaisar yang memimpin sebuah negeri, harus memiliki sifat ego jika
dia tidak ingin menjadi boneka orang lain atau dikendalikan oleh pihak yang
bukan dirinya. Para raja dan pemimpin haruslah memiliki ego agar mereka dapat
memilih keputusannya sendiri, namun mereka juga dituntut agar dapat mengendalikannya
agar tidak terjerumus kedalam kecerobohan yang memalukan. Katakanlah contohnya
seperti kaisar Romawi, Caligula yang dengan bodohnya menyuruh pasukannya untuk
menusuk-nusuk air di lautan demi mengalahkan dewa Poseidon.
2. Rasa penasaran (selalu ingin tahu)
Mungkin yang satu ini adalah sifat
yang paling banyak mengantarkan manusia menuju kegemilangan peradabannya yang
semuanya diawali dengan rasa ingin tahu akan segala sesuatu yang ada di bumi
ini. Sering juga kita sebut dengan Kepo,
namun kepo yang satu ini tidak hanya terbatas kepada kebiasaan seseorang,
ataupun pertanyaan “siapa nama cewek cantik yang bersamamu tadi di kantin?”. Manusia
mengawali kehidupan di bumi ini sebagai kalifah
dengan pengetahuan yang minim atau sama sekali tidak ada semenjak mereka muncul
di planet ini. Dimulai dari ketidak sengajaan, lalu mengamati pola dan fenomena
alam yang terjadi secara berulang-ulang, hingga mereka menyimpulkan sendiri ada
sesuatu diluar sana yang maha kuasa yang mengendalikan ini semua. Itu semua
dipikirkan di dalam kepala manusia selama beribu-ribu tahun dari generasi ke
generasi, yang menimbulkan kepercayaan dan iman hingga pendapat dan teori yang
berbeda-beda. Terus mempelajari dan tidak pernah berhenti mengagumi jagad raya
kosmik ini adalah sifat dari manusia itu sendiri yang akan terus menerus ingin
tahu dan tidak pernah puas akan apa yang telah ia capai.
Dari rasa keponya inilah manusia
berusaha untuk memperbaiki taraf hidupnya, dari yang awalnya hidup nomaden
(berpindah-pindah) dan mencari rezeki dengan berburu, lalu mulai menetap dan
bercocok tanam, hingga sekarang ini dapat tinggal bersama disebuah apartemen
dan dapat mengendalikan bumi dan seisinya dengan mengendalikan hukum fisika
atau yang disebut juga sunnahtullah. Kita mempelajari bumi bukan berusaha untuk
menandingi ciptaan tuhan, melainkan agar bisa hidup selaras dengan alam.
Hingga sekarang ini, detik ini juga
jika engkau mengira peradaban manusia sudah sangatlah maju, maka anda salah. Ini
bahkan belum setengahnya, Alam semesta masih merupakan sebuah misteri yang
entah kapan akan selesai diketahui seluruhnya namun kita sebagai manusia selalu
dituntut untuk mempelajarinya dan menggali lebih banyak rahasianya sebagai
ibadah kepada tuhan dan juga sebagai pengakuan akan maha besarnya tuhan
tersebut. Memang, ilmu manusia jika dibandingkan milik tuhan tidak ada
apa-apanya, nahh justru itu ketika kita tahu ilmu kita tidak akan mungkin
sampai menyamai level tuhan maka kita bebas untuk memanfaatkannya sebanya
mungkin tanpa takut akan melebihi tuhan. Manusia tidak akan pernah berhenti
untuk penasaran, camkan baik-baik itu, sehingga sains akan sepenuhnya menjadi
unlimited.
3. Rasa tidak pernah puas (selalu merasa kekurangan)
Mungkin seakan sudah menjadi
kutukan yang turun temurun, sifat ini selalui menyertai manusia dimanapun dia
berada, di setiap peradaban manapun, di setiap belahan bumi manapun yang
terdapat umat manusia. Namun, karena ini jugalah manusia itu bisa seperti
sekarang. Kita sebagai makhluk yang berakal, dapat membedakan mana yang baik
dan buruk bagi kita, tentunya tahu segala sesuatu yang berlebihan itu tidaklah
baik. Namun manusia tampaknya seperti mengabaikan akalnya dan lebih kepada
nalurinya, bisa diawali dengan sejarah jika manusia awalnya berasal dari
Afrika, namun mereka tidak puas hidup di benua tersebut dan berusaha melakukan
petualangan untuk mencari tempat lain dengan sumber daya alam yang lebih banyak
dan dapat mencukupi kebutuhan mereka yang tak terbatas tersebut. Ataupun, para
bangsa-bangsa Eropa yang mencari tanah baru di kepulauan Karibia, Asia
tenggara, Afrika hingga Antartika yang merupakan benua es menjadi rebutan para
penguasa-penguasa yang serakah.
Tidak usahlah kita berbicara yang
jauh-jauh, kita ambil contoh kecilnya, jika kita disuguhkan makanan kesukaan
kita dan yang terenak maka kita memiliki perasaan untuk memiliki semuanya,
pasti akan selalu terbesit didalam hati terkecil orang manapun, tepuk tangan
bagi mereka yang berkata tidak punya perasaan seperti itu karena dirinya sudah
bukan menjadi manusia lagi. Tidak apa jika kita memiliki sifat tersebut, itu
adalah hal yang lumrah, keserakahan dan ketamakan adalah bagian dari manusia
juga, namun manusia yang dapat mengendalikannya dan memanfaatkannya menuju
kejayaan jauh lebih tinggi derajatnya daripada mereka yang hanya menggunakan
rasa tak pernah puas sebagai pelayan nafsunya.
Bisa kita ambil contoh positif,
dulu kita bertukar pesan dari jarak yang jauh adalah dengan secarik surat
kertas, lalu manusia tidak puas dan mencoba sesuatu yang lebih praktis dan
cepat, yakni telegram, tidak hanya berhenti sampai disitu berlanjut lagi
menjadi telepon kabel, lalu telepon seluler, hingga saat ini Internet, bisa
dilihat ini tidak akan pernah berhenti, maka entah alat komunikasi apalagi yang
akan diciptakan umat manusia ditahun-tahun kedepannya. Manusia melakukan
improvisasi dan kebaikan dari rasa tak pernah puasnya demi menuju kemakmuran
dan kejayaan. Bisa dibayangkan bukan apa yang terjadi jika para manusia sudah
puas hanya dengan berkirim surat! Pastilah yang namanya kemajuan itu tidak akan
terjadi.
4. Konflik (Perselisihan)
Perang/ secara luasnya kita katakana
Konflik, telah menjadi sahabat sejati bagi eksistensi manusia. Dirinya selalu
ada dimanapun manusia itu berada. Sepanjang keberadaannya dimuka bumi ini,
sudah tidak dapat terhitung lagi darah yang tumpah, gigi yang copot, tulang yang
remuk, nyawa yang melayang, hingga bangsa yang hancur akibat dari perselisihan
baik itu konflik yang berskala kecil maupun konflik yang berskala besar.
Perang tentulah kita lihat dari
sisi manapun akan menimbulkan kerugian dan dampak negatif yang besar, mulai
dari harta hingga orang-orang yang kita sayangi. Namun entah kenapa manusia
nampaknya masih tidak sadar jika akan lebih baik jika kita menghentikan
peperangan, tidak pernahkah hal tersebut terbesit didalam pikiranmu? Perdamaian
abadi! Argghhh… itu semua omong kosong, sudah beribu-ribu orang mencoba untuk
menciptakan perdamaian abadi dan dunia yang bebas dari perselisihan, namun
nyatanya sampai sekarang? Bukan bermaksud apatis dan putus asa namun kita juga
tidak mau menjadi naif. Mungkin menciptakan bumi sebagai utopia adalah hal yang
hampir mustahil jika manusia memiliki sifat-sifat yang tadi, mulai dari ego,
diskriminasi, dan rasa tak pernah puas, karena sifat-sifat ini saling terhubung
satu sama lain dan berkesinambungan, tidak dapat dipisahkan.
Namun perang, inilah yang harus
digarisbawahi. Telah memberikan dorongan yang sangat besar dalam kemajuan umat
manusia di segala bidang. Manusia akan terkesan lebih disiplin dan lebih efisien
jika dihadapkan pada suatu ancaman bersama yang mengancam keberlangsungannya,
jadi mau tak mau manusia harus bekerja keras bersama-sama untuk terhindar dari
kehancuran tersebut yang ditimbulkan kekuatan lain dari luar. Banyak
penemuan-penemuan baru yang justru muncul pada saat-saat genting dan situasi
dunia sedang krisis. Dan hasilnya memang terjadi ketidakmerataan teknologi dan
kemajuan di penjuru bumi, karena balik kepada sifat dunia itu lagi, SDA itu
tersebar secara tidak merata dan setiap tempat memiliki kelebihan atas sesuatu
masing-masing dan kekurangan yang masing-masing juga.
5. Kasih sayang, baik itu yang universal maupun yang
diskriminasi
Kenapa saya bagi kedalam dua untuk
sifat yang satu ini? Karena itu dia tadi, pemahaman dan pemikiran manusia yang
berbeda-beda mengenai suatu topic menimbulkan sifat yang berbeda-beda pula,
sebenarnya sifat ini dapat disatukan menjadi cinta, namun kesannya terlalu
sempit jika disebut hanya dengan kata cinta. Bagi orang-orang yang pemahamannya
sudah bijaksana, melalui pengalaman dan perbaikan diri mulai dari belajar agama
hingga menganut pemikiran yang penuh dengan keadilan dalam kasih sayang, mereka
mencintai segala bentuk apapun itu tanpa adanya pilih kasih dan perbedaan
takaran dalam mencintai apapun, mulai dari benda, sesama makhluk seperti
binatang dan tumbuhan bahkan sesame manusia ia saling mencintai, cinta yang
dimaksud dalam ini bukanlah cinta yang diboncengi hawa nafsu seperti antara
pasangan suami istri yang notabene partner dalam hubungan seks, melainkan cinta
yang lebih luas daripada itu, kau tidak perlu menjumpainya untuk mencintainya,
kau bahkan tak perlu tahu sesuatu itu untuk ada agar kau dapat mencintai, tidak
ada yang menjadi alasan kau tidak mencintainya hanya karena beda agama, warna
kulit, hingga perlakuannya kepadamu. Mungkin untuk hal yang seperti tidak semua
orang bisa menyamai level para individu bijaksana, seperti Jesus, Muhammad, dan
Buddha, setiap orang memiliki levelnya masing-masing dalam mencintai seluruh
makhluk.
Lalu bagaimana cinta diskriminasi?
Tentu anda tidak dapat memberikan hati anda kepada seluruh makhluk yang ada
dimuka bumi ini, terlebih karena keterbatasan anda sebagai makhluk yang fana
dan lemah, anda juga dihadapkan kepada cinta yang berlebihan terhadap sesuatu,
entah itu pasangan, anak, maupun benda. Namun pada dasarnya sifat manusia itu
berkutat pada cinta dan kasih sayang, mau yang universal ataupun yang
diskriminatif. Kita semua tidak akan dapat bertahan di dunia ini tanpa cinta ,
jika pada pandangan pertama seorang laki-laki dan perempuan tidak ditemukan
cinta, jika pada ibu yang baru pertama kali melahirkan tidak merasakan cinta
kepada anaknya, atau bahkan cinta tuhan kepada manusia, maka dunia ini akan
kacau. Alam semesta itu sendiri saja sudah dipenuhi dengan cinta, yakni cinta
dan kasih pemilik alam semesta.
Itulah pandangan saya mengenai apa
itu manusia dan naluri dasarnya. Saya tidak bermaksud untuk menghina dan tidak
terpikir demikian. Jika ada rasanya ganjal di hati, silahkan berikan saran anda
di kolom komentar.
- Muhammad Nafis Athallah- 27/04/2020
Post a Comment
Post a Comment